Minggu, 16 November 2014

SEUTAS CINTA

Oleh    : Aisyah Safitri Hayati

Nuriana telah meninggalkan pagi sampai malam untuk pekerjaannya. Suatu ketika malam itu ia menemui seorang lelaki tak dikenal disebuah cafetaria. Diam-dian Nuriana memperhatikan lelaki yang duduk di sudut kanan café ia sedang berbincang dengan teman-temannya. Pikirnya  lelaki tampan, berkulit hitam, berbadan tegap itu sasaran empuk untuk sebuah produk yang sedang ia promosikan. Nuriana mencuri perbincangan lelaki berkulit hitam hitam itu, bahwa ia seorang kapten di sebuah kapal yang mengangkut batu bara di Kalimantan.

“Mohon maaf pak saya mengganggu bapak, saya Nuriana boleh saya minta kartu nama bapak? Ini kartu nama saya.”Ucap Nuriana sambil menyerahkan kartu namanya.
“Oh ya terima kasih, tapi maaf kebetulan saya tidak bawa kartu nama bu.” Ucap lelaki itu.
“Oh begitu pa, boleh saya minta no telponnya?” Ucap Nuriana tak kehabisan akal.
“Oh boleh 083898989898.” Jawab Lelaki itu. Nuriana mencatat di buku kecil yang ia bawa kemana2. Karena hp-nya habis baterai.
“Oh ya terima kasih pa, maaf pa dengan bapak siapa?” Tanya Nuriana
“Sean, bu.”
“Baik terima kasih pa Sean.” Nuriana meninggalkan Sean dengan senyum.

Hari ini Nuriana seperti memeras keringatnya, saat masih kuliah ia nyambi mengajar di salah satu sekolah menengah pertama. Setelah lulus dari sarjananya, ia tidak lagi mengajar, ia lebih memilih bekerja menjadi unit manager di salah satu perusahaan besar di Jakarta dan ia mendapatkan beasiswa dari perusahaan untuk melanjutkan S2nya. Ia merasa apa yang terjadi pada dirinya seperti meminum madu dari Tuhan.
Malam selepas bekerja ia langsung menuju ke tempat perkuliahan. Malam itu, ia begitu kelelahan. Sebelum ia tidur hp-nya berdering, bunyi sms dari nomor tak dikenal.

“Assalamualaikum bu, lagi ngapain bu?” sms dari nomor tak dikenal.
Pikir Nuriana, yang sms itu adalah anak murid di SMP dahulu ia mengajar. Karena ia terlalu lelah, ia pun menangkap isi sms tersebut adalah menanyai kabar.

“Walaikumsalam wr wb. Ibu baik sayang.”sms Nuriana.
“Kok sayang?”.
“Mohon maaf ini siapa ya? Saya kira anak murid saya yang menanyakan kabar saya.” Sms Nuriana.
“Oalah bu, makanya jangan terlalu lelah bu. Saya sean bu. Yang tadi ibu minta no saya.”
“Oh maaf pa, saya belum save no bapak.” Sms Nuriana.
“Iya bu tidak apa-apa, silakan istirahat bu mohon maaf menggangu.” Sms sean

Semenjak itu, entah dengan alasan yang tak begitu jelas. Sean selalu menelpon Nuriana untuk mengajak bertemu. Nuriana selalu menanyakan untuk keperluan apa bertemu kepada sean. Namun jawabannya hanya ingin mengobrol dan mengajak makan malam. Nuriana mati kutu, awalnya ia meminta nomor hp sean hanya untuk urusan kerjaan. Tapi ia merasa seperti terikat dengan ia meminta nomor hp Sean.

Pikir Nuriana positif dengan ajakan makan malam Sean, pikirnya tidak apa-apa untuk menambah teman-teman. Malam itu ia mengajak makan bersama teman-temannya, malam berikutnya ia kembali mengajak bertemu. Karena Nuriana sudah menganggap Sean adalah teman barunya. Ia pun menerima ajakan Sean. Kali ini ia mengajak Nuriana untuk menemaninya bermain bowling. Nuriana pun hanya ikut dalam keseruan berteman. Besoknya ia mengajak Nuriana untuk menemaninya ke sebuah pusat elektronik untuk membeli hp. Dua hari kemudian ia mengajak Nuriana untuk datang keacara perkumpulan dengan teman-temannya karena lusa ia akan turun ke laut selama enam bulan. Nuriana pun datang ke acara Sean.

Saat itu banyak sekali teman-temannya yang datang untuk menemui Sean. Bahkan ada bebebrapa temannya yang sudah mempunyai istri bahkan mempunyai anak datang menemuinya. Ketika Nuriana terlambat datang, Nuriana merasa orang yang telah ditunggu Sean adalah dia. Bahkan teman-temannya mengira bahwa Nuriana adalah pacar Sean.

“Bukan,saya temannya.” Jawab Nuriana pada teman perempuan Sean saat teman sean mengira bahwa Nuriana adalah pacar sean.

Nuriana menarik kesimpulan dan menilai seorang Sean, dari beberapa pertemuan dengan sean dan teman-temannya. Ternyata Sean bukan hanya tampan tapi dia seorang yang mempunyai kepedulian yang tinggi terhadap teman-temannya. Bahkan Nuriana melihat Sean begitu berat meninggalkan teman-temannya tersebut. Dari situ Nuriana menilai Sean adalah lelaki yang baik.

Malam sebelum pagi Sean pergi. Ia mengajak Nuriana kembali, ia mengajak makan malam. Hanya saja mereka berdua. Tidak tahu kenapa malam itu seperti ada hal yang berbeda. Sean lebih serius ketika berbicara pada Nuriana. Bahkan hal yang mengagetkan, Sean mengungkapkan sesuatu yang tidak pernah dibayangkan oleh Nuriana.

“Na, tidak tahu kenapa semenjak pertama kali bertemu kamu. Saya sudah jatuh cinta kepadamu. Saya mau serius kepadamu.” Ucap Sean.


“Secepat itu? Apa yang membuat kamu jatuh cinta pada saya?” Tanya Nuriana.
“Saya tidak tahu.” Jawab Sean.

Duhai cinta yang baru saja datang
jangan tanyakan mengapa aku ada disini
karena mencintai tak  punya waktu untuk membuat alasan
ia begitu cepat menggelora dalam dada
tanpa melihat ia siapa dan dari mana
karena engkau datang tidak melewati mata
tanpa diduga dan disangka engkau sudah berada dalam hati
engkau tertidur pulas disana dan aku tidak akan membangunkanmu, sampai kapanpun akan menjagamu, disini. Di hatiku!

Nuriana memutuskan untuk menjalani terlebih dahulu kepada Sean, agar sama-sama diyakinkan perasaannya.

Terakhir Sean mengantar ke rumah, karena Nuriana mendengar Sean membutuhkan parfum. Nuriana memberikan parfum kepada Sean.


********

Sean selalu menghubungi Nuriana meski terkadang sinyal selalu mengganggu komunikasi mereka. Tiba-tiba ia hilang begitu saja, tanpa kabar. Dan Nuriana pun memberi pesan kepada Sean “Jika sudah tidak ada rasa khawatir dalam hatimu, beri tahu aku, sama hal sebelumnya. ketika engkau sudah diikat dengan sebuah perasaan tidak biasa terhadapku, engaku memberi kabar kepadaku.”

Menghilang………

*********

Sean mengahiri dengan titik. Mengakhiri sebuah rasa yang begitu cepat yang menghampirinya . Hanya sebuah sapaan dan senyum Nuriana, ia berani mengatakan cinta pada Nuriana. Nuriana, tidak pernah menolak hanya saja penuh Tanya (?). Bagaimana ia bisa mengatakan begitu cepat ?. Apa yang membuat ia jatuh cinta? Dan jawabannya kala itu hanya “tidak tahu”. 
Lalu apa alasan Nuriana menolak kebaikan, tidak ada pikirnya. Hanya saja Nuriana memerlukan waktu untuk mendapatkan cinta yang berkualitas.

Nuriana, tidak ingin sesuatu yang menyakitkan terjadi karna sebuah cinta yang terburu-buru. Saling mengenal adalah jawabannya. namun pada akhirnya bukan hanya saling mengenal tapi rasa yang begitu menyakinkan untuk Sean.  Dan pikir Nuriana, mencintailah karna Allah bukan focus pada orang yang telah dicintai sedangkan ia baru mengenal  Nuriana dengan waktu perkenalan seumur jagung .

Pikir Nuriana, bolehlah Sean mengenal perempuan lain kala itu ia menyampaikan pada Sean kala Sean begitu gencar mengatakan cinta pada Nuriana via pesawat telepon. Nurian merasa takut karena Nuriana benar-benar sedang menyakinkan dirinya tentang perasaan dalam dirinya.

Karena ia merasa belum mempunyai rasa yang menyakinkan itu, bukan tidak yakin pada Sean. Tapi ia belum merasa yakin atas perasannya terhadap Sean. Karena memerlukan waktu.

Dan suatu hari, Nuriana tidak dapat menghindari rasa yang begitu menyakinkan pada Sean. Kala Sean lama tak menghubunginya. Dan bagaimana Tuhan baru saja menitipkan sebuah rasa yang tidak biasa pada Nuriana. Lalu, Nuriana benar-benar memperbaiki komunikasi yang sangat buruk dengan Sean. Nuriana mulai menelpon dan menanyakan kabar Sean. Nuriana merasa sudah mempunyai alasan pada Sean  bahwa ia sudah merasa yakin bahwa ia adalah jawaban dari setiap persoalannya.

Hanya saja, ungkapan itu belum terucap. Sean mengatakan pada Nuriana bahwa ia telah datang pada Tuhannya malam – malam sebelum tidur menceritakan ia pada Tuhannya. Lalu malam berikutnya Tuhan menemui Sean dalam mimpinya, bahwa Nuriana bukan yang terbaik untuknya. Mendengar apa yang telah diucapkan Sean, Nuriana menahan tangis dan mengatakan,

“Baik kalau memang itu datang dari Tuhanmu!”. Ucap Nuriana “Hanya saja Aku juga ingin mengatakan padamu, bahwa aku sudah diyakinkan dengan Tuhanku tentang perasaanku padamu, aku sudah mulai mencintaimu dan menerimamu.” Ungkap Nuriana

“Kenapa engkau menemui Tuhanmu setelah engkau mengatakan cinta kepadaku?, Kenapa tidak sebelum itu!” ucap Nuriana pada Sean via telepon


Rabu, 12 November 2014

Kembali kala Senja

Oleh : Aisyah Asafid Abdullah

Sesudah kembali dari bekerja, Dewi langsung merebahkan badan ke kasur. Walaupun kamarnya berantakan, pengap dan sesak ia tak hiraukan. Ia terlalu lelah, yang ada dalam pikirannya hanya ingin istirahat, agar besok ia bisa bekerja lagi.

Waktu istirahat begitu cepat berlalu, jam weker yang berada dimeja berbunyi melengking membangunkan Dewi. Sudah jam lima..!, waktu seperti di gerakan oleh sesuatu yang memaksa. Ia segara mandi dan sholat.

“Astagfirullah, aku lupa lagi ke tukang jahit untuk menjahitkan beberapa rokku..”gumam Dewi
Keadaan yang tidak pernah berubah dari pertama kali mengenek sampai sekarang, rok yang ia pakai selalu sobek.

Perjalanan menuju ke tempat ia bekerja, hatinya bersenandung gundah gulana, ia memikirkan sitohang, berharap supirnya itu mengerti dan tidak memarahinya karena hanya telat nembak. Sampai dipangkalan, ia berlari kecil, temannya Abdul meneriaki Dewi.

“Cepat wi ,sitohang sudah marah-marah..!” teriak Abdul
Mendengar Abdul, ia langsung mengencangkan larinya. Hatinya berdebar debar ketakuatan, beberapa kali ia membenarkan jilbab semampai pinggangnya yang kemarin ia bekas pakai, bau kecut dan dekil. Entah apa yang akan terjadi terhadapnya, ia seperti kembali  membangunkan macan dalam tidurnya.

“Yahh ini semua salahku..!”, Dewi dalam hati dengan nafas yang terengah-engah
“Dewi….!!!” jeritan sitohang itu melengking tajam membelah udara, jeritan yang sering ia dengar setiap pagi
“Ya ,ana1 salah,bang..afwan2 bang..!”kataku,suaraku gemetar ketakuatan
“ana afwan ana afwan, ana eno eee, ayo langsung tancap..!” Sitohang kesal

Metromini jurusan semper terminal senen yang dikendarai Sitohang, melintas kencang. Dewi di pintu belakang sesekali mengacungkan tangannya ketika melihat orang-orang yang melihat ke arahnya. Lalu setiap ada penumpang yang mau menggunakan jasa metromininya, Dewi membunyikan kaca dengan uang logamnya.

 “tek..tek..tek..!”

Hari ini cuaca mendung, penumpang tidak banyak seperti biasanya bisa dikatakan sedikit sepi. Saat itu metromini ngetem di persimpangan pasar menunggu penumpang. Dewi dengan mata celingukan mencari-cari penumpang. Namun terlepas dan pikirannya jauh terlintas kembali oleh masa lalunya,yang menyedihkan.

*****
Ketika mengingat masalalunya, ia seperti membalikan tangannya diantara mimpi dan nyata. Tepatnya Dua tahun yang lalu ketika ia bekerja di salah satu hotel di Jakarta sebagai recepsionis. Jauh lebih berbeda dengan keadaan sekarang. Keadaannya berubah drastis dari bekerja di ruang berAC sampai bekerja hujan-hujanan dan kepanasan.  

Namun hatinya jauh lebih tenang karena ia kembali pada jilbabnya, yang sempat ia gantung karena tuntutan pekerjaan sebagai recepsionis. Sebelum ia putuskan sebenarnya ia sudah diingatkan oleh seseorang yang mempedulikannya, Irwan sekaligus manager hotel dimana Dewi bekerja dulu.

Dewi adalah lulusan terbaik SMK pariwisata di Jakarta, ibunya sudah lama meninggal. Sebulan setelah kelulusannya, ayahnya tidak bekerja lagi karena sakit. Karena mencari pekerjaan begitu sulit, akhirnya ia merelakan menggantugkan jilbabnya untuk menjadi resepsionis.

“Sabar , tunggu sebentar lagi, kamu pasti mendapatkan pekerjaan yang lebih baik tanpa menggantungkan jilbabmu..!” pungkas Irwan
“Sampai kapan kamu membiayai semua itu mas, aku merasa tak enak..” Dewi dengan nada sedih
“Tak perlu tak enak seperti sama siapa saja, aku ini kan calon suamimu..”jawab Irwan
“Aku mencintaimu, tapi aku belum siap untuk menikah..”Dewi dengan nada menggantung
“Lantas kamu akan teganya melepas jilbabmu yang sudah kamu kenakan dari SD itu.., Jika ayah tahu pasti ayah pun tak mengijinkan..”Irwan mencoba membujuk  Dewi
“Aku tahu, jangan sampai ayah dengar, ini rahasia..”jawab Dewi memelas

Ia mengenal Irwan sudah lama, mengenalnya lewat jejaring sosial. Kesan pertama melihatnya,  ia begitu tampan, berbadan tegap, berkulit putih, hidung mancung dan kharismatik yang mempesona. Seorang manager hotel dimana Dewi bekerja menjadi recepsionis. Dewi bisa bekerja di hotel pun karena irwan, meski begitu ia harus menelan ludah melihat calon isterinya melepaskan jilbab. Karena ia tidak mempunyai wewenang  mengenai peraturan pegawai.

Pertama kali masuk bekerja Dewi sangat bahagia karena ia bisa bekerja di salah satu hotel terelite di Jakarta. Meski ia mempertaruhkan jilbabnya, waktu itu ia dipanggil oleh pemilik hotel. Pemiliki hotel itu bernama ibu Monik, serasa aneh ketika dipanggil langsung oleh pemilik hotel. Namun saat itu Dewi tidak terlalu memikirkannya.
“Siapa namamu..?” Monik menayakan
“Dewi Sabrina..?” Jawab Dewi
“Kamu benar saudara Irwan..? Monik dengan wajah sedikit ragu
“Iya, saya saudara Bpk. Irwan, bu memang kenapa bu..? Dewi bohong
“Oh, begitu tidak apa-apa, ya sudah kamu kembali bekerja..!. jawab Monik

Disekitar hotel tidak ada yang tahu bahwa Dewi adalah calon isteri irwan, jangankan calon isteri kalau mereka mempunyai hubungan dekat pun mereka tidak tahu. yang mereka tahu Dewi adalah saudara dari Irwan.

Ini memang permintaan Irwan, sebelum Dewi dipekerjakan di hotel. Dan Dewi menyetujuinya.
Namun setelah tiga bulan bekerja menjadi recepsionis, meskipun hubungan dekat Dewi dengan Irwan aman terkendali. Tidak ada satupun yang tahu. Meski begitu masalah timbul pada diri Dewi yang kerap cemburu melihat kekasihnya diidam-idamkan oleh teman-teman kerjanya.
            
Ketika itu Irwan melintas di depan lobby, tiba-tiba temannya berbicara dengan volume kecil pada Dewi.

“Wahhh.. Bpk. Irwan benar-benar tampan sudah begitu tipe pria yang ramah..!, beruntung sekali perempuan yang ia cintai..!”Reny memuji
            “Benar, beruntung sekali..” Dewi dengan senyum memaksa
            “Andai bu monik  tidak menyukai Bpk irwan, pasti saya sudah mengejar-ngejarnya..” Renny dengan muka sinis.
“Apa kau bilang..?”Dewi kaget
            “Iya, Bu monik tante-tante itu menyukai saudaramu..?” Reny menjelaskan sedikit kesal
            Mendengar Reny berbicara seperti itu, Dewi semakin panas dalam hatinya menduga-duga bahwa Irwan mempunyai hubungan serius dengan Bu Monik..
            “Pantas saja ia menyuruhku untuk diam mengenai hubungan dekat ini..!”Dewi
            Lalu ia berfikir ulang lagi..
            “Hmmmm pantas saja bu monik memanggil saya saat pertama kali bekerja sekedar menanyai saudara irwan atau bukan, hmm benar-benar kamu mas..!” Dewi membatin
           
 Setelah mendengar kabar tersebut, Dewi hanya diam. Namun semakin hari ia merasa banyak masalah yang bergulir yang sulit ia pecahkan. Setiap malam ia kerap gelisah, susah tidur. Memikirkan masalah-masalah itu.
“Memang benar cemburu itu menguras hati. Tapi kenapa mas irwan menyembunyikan semua ini..!

Ia cemburu setiap teman – temannya menggodainya , ditambah lagi dengan gossip beredar bahwa irwan mempunyai hubungan sangat dekat dengan Monik.

Dan setiap ia tanyakan masalah hubungannya dengan Monik. Irwan  selalu mengelak dan tak mengakuinya, justru membuatnya lebih buruk bukan lebih baik. Setiap harinya ia selalu di kejar kejar dengan perasaan yang tak menentu bimbang.
           
Entah kabar dari mana, akhirnya Monik mengetahui hubungan Dewi dengan irwan. Irwan di pecat karena ia lebih memilih Dewi daripada pekerjaanya, ini memang pembuktian bahwa diantara Irwan dan Monik tidak ada hubungan apa-apa. Kecuali cinta bertepuk sebelah tangan Monik.

Setelah Monik mendengar keputusan Irwan, justru Monik menawari Dewi tetap bekerja. Dan keputusan konyol Dewi adalah tetap bekerja di hotel Monik.
Malam-malamnya Irwan ke rumah Dewi untuk  menyuruh berhenti bekerja dari hotel monik. Bahkan ia  mengajak Dewi menikah, tapi Dewi malah menolaknya.

“Aku belum siap menikah mas, aku ingin sukseskan karirku.. kasihan bapak kalau aku berhenti bekerja..!” Dewi memelas

”Aku sudah menawarkan hal yang terbaik untukmu,masalah pekerjaan rizki Allah sangat luas wi, apa kamu sudah memikirkan hal terburuk jika kamu masih tetap bertahan bekerja dengan Monik..!” Irwan kesal
“Insya Allah tidak mas..”Dewi dengan tegas
“Kamu benar-benar berubah wi, bukan Dewi yang dulu yang jauh lebih mengenal tentang kehidupan..”Irwan
“Kehidupan apa..!”jawab Dewi
“Kau sudah tak mengenali kehidupan semenjak kau melepas jilbabmu..”  

Jika ingat hal itu batinnya sedikit meringis menahan sakit. Melepaskan jilbab demi karir, ayahnya yang sakit yang kerap dibuat alasan untuk bertahan bekerja dengan Monik akhirnya ia dipanggil Allah. yang lebih menyesakkan hatinya, ayahya meninggal karena terserang jatung mendengar Dewi bekerja sebagai perempuan penghibur di sebuah hotel. Semua itu karena ia melepaskan jilbab demi karirnya yang menjulang tinggi.
Namun setelah ayahnya meninggal ia seperti kembali mengenali arti kehiduapan yang sebenarnya. Jilbabnya yang sudah ia gantung setahun lebih itu, ia kembali mengulurkan jilbabnya hingga pinggang. Ia pun meninggalkan pekerjaan sebagai resepsionis.
*****
            “Hheh bengong aje neng, ada penumpang tuhh…” seorang  penumpang menganggetkannya
Ia tersadar dari masa lalunya yang begitu kelam..
*****
Sore itu ia sudah pulang, ia berencana untuk menjahitkan rok-roknya yang sobek ke tukang jahit.
Tukang jahit langgannya yang dekat rumah sudah pindah, akhirnya ia pulang mengambil sepeda bututnya untuk mencari penjahit baru.

“Tidak bisa ditunda lagi, semua rokku  sobek semua,..” dalam hatinya
Ia kayuh sepeda itu dengan sisa tenaganya, sebentar lagi mau magrib. Maka ia mengayuhnya dengan sedikit terburu-buru, sesekali ia mengusap keringat yang mengalir di keningnya dengan jilbab panjangnya.

Setelah mencari-cari akhirnya ia menemukan penjahit dalam gang sempit dan tempatnya tidak strategis. Seorang Pria usianya masih mudah sekitar dua puluh delapan tahuan, berkaca mata. Namun ada yang membuat sedikit menarik perhatian yaitu kaki kirinya diamputasi.
  “Mas, saya mau menjahit rok yang sobek, bisa di tunggu sekarang..?”Dewi
“Bisa, tapi ini sudah mau margib mungkin saya jahitkan setelah magrib..”Pria itu menjawab tanpa menoleh

 “Baiklah saya tunggu, maaf mas masjid didekat sini dimana yah..?” Dewi
“ Masjid disini jauh, kalau mau shalat dirumah saya saja..” Pria itu tanpa menoleh langsung masuk kedalam rumah sedikit kesusahan

Lalu Dewi beranjak mencoba menuntunnya kedalam,
“Bisa saya bantu mas..” Dewi  
“Tidak usah, terima kasih..” sambil menoleh Dewi
Wajah itu seperti dingatkan kembali kepada masa lalunya kelam, melihat wajah itu antara kesempatan dan penyesalan.

“Mas irwan, mas irwankah ini..?” Dewi kaget
“Dewi..!” Irwan
“Kamu Dewi..” Irwan
“Iya aku Dewi mas..!” Dewi menitihkan air mata antara suka dan duka
Sebelum mereka bercerita panjang apa yang terjadi, mereka shalat magrib berjamaah terlebih dahulu.
“Apa yang terjadi Wi..?” Irwan
“Ayah meminggal mas..!” Dewi menangis
“ Inalilahi Wainailahi Rojiun, kamu sabar dan ikhlas yah semua ini ada hikmahnya..” Irwan
“Iya mas, setelah ayah meninggal aku seperti bisa melihat kembali, setelah sekian lama dibutakan..” Dewi sambil menusap air matanya
“Lantas apa yang terjadi mas, kenapa dengan kakimu..” Dewi
“ Aku kecelakaan motor saat kau memutuskan bertahan bekerja dengan monik..
“Kenapa kamu tidak memberi kabar..?” Dewi menyesal
“Aku takut, aku takut lebih menyakitkan lagi..” Irwan sambil membenarkan kaca matanya
Mendengar Irwan berbicara seperti itu Dewi menangis, menyesal karena ia telah menyakiti seseorang yang menyanyangi sepenuh hati.
“Maafkan aku mas, mas nikahi aku agar aku bisa menjagamu setiap hari..” Dewi penuh harap
“Apakah kau tulus..?” Irwan ragu
“Iya mas…” Dewi tersenyum sambil mengangguk mengusap air mata dipipinya



RAISHA

Oleh: Aisyah Safitri Hayati


Sesudah pulang bekerja, meskipun jam sudah menunjukan pukul 20.55 WIB. Ia sempatkan pergi ke Cileduk untuk mengantarkan album pernikahan temannya. Pikirnya kapan lagi ia bisa mengantarkannya, besok ia harus bekerja, dan pulang malam. Apalagi ini kali pertama ia mendapat job foto wedding. Pikirnya ia tidak ingin mengecewakan temannya, pelanggan pertamanya itu. Profil massage ia ganti “Otw Cileduk anter jepretan wedding my friend” Tiba-tiba handphone dikantong celananya bergetar, pesan dari Rahma, teman dekatnya.

“PING!!!”
“PING!!!”
“PING!!!”
“Kek..”
“Kalo kita nikah siapa yg fotoin”
“Kan tukang fotonya jadi pengantin”
Selesai membaca ia hanya tersenyum dan membalas pesan Rahma.
“Hehehehehehe..”
Lalu, secepat kilat Rahma membalas.
“Ketawa doang gak bisa ngasih solusi tau!”

Setelah membaca, ia membalas “Aku lagi djalan”, Ishak mengharu biru jika gadis pujaannya itu khawatir padanya. Dan seperti biasa Ishak selalu berteka-teki padanya, Pikirnya ia akan memberikan kenyataan yang indah untuk Rahma, namun bukan saatnya. Karena dalam waktu dekat ini uang yang dikumpulkan untuk menikahi Rahma akan terkumpul, ia benar-benar tak sabar menunggu hari itu.  Lalu ia langsung tancapkan gas kembali. 

Sampai di  Cileduk, belum sampai digang rumah temannya, ia melihat ada lima unit mobil pemadam kebakaran. “Astagfirullaaladzim, ada apa ini” Ishak membatin. Lalu ia secepat kilat memarkirkan motornya di pinggir jalan, dan berjalan dengan langkah lebar menuju gang rumah temannya.

Waktu jam tangannya, sudah menunjukan jam sepuluh lebih seperempat jam. Ia melihat pemandangan yang mengerikan, kepulan asap hitam, dan api bermain ayunan di rumah-rumah, termasuk diatas rumah temannya. Tangisan dan jeritan terdengar melengking diudara. Petugas pemadam, dengan sekuat tenaga mendorong dan sesekali mundur mengusir api itu dengan selang besar.
“1,2,3, semprot…” teriak salah satu komando petugas pemadam.
“Mundur…” teriak lagi. Karena ada ledakan, serta api berkobar-kobar diayun oleh angin malam.

Ia bingung, berusaha mencari temannya dari kerumunan korban kebakaran. Ia melihat ada seorang ibu yang pingsan yang dibiarkan begitu saja, anak-anak menangis. Begitupun seorang kakek, ia menangis seperti anak kecil yang kehilangan mainannya.

“Astagfirullahaladzim..” Ia berulang-ulang beristigfar dalam hatinya, sambil mencari-cari sosok temannya. Dan ia pun tertuju pada lelaki yg menaruh kepalanya pada tangannya, ia menangis terisak-isak.
“Na, maulana…”
“Maulana, ini aku Ishak..!”
Lalu ia mengangkat kepalanya dari tangannya, ia mengusap hidung dan matanya, langsung ia peluk Ishak dengan erat.
“Rumahku, Is, rumahku habis..” Maulana sambil menangis dipundak Ishak.
 “ Istigfar, na, Istigfar!” Sambil merangkul erat Maulana.
“Mana Isterimu?” Tanya Ishak.
“Dia masuk shift malam.” jawab Maulana.
“Isterimu belum tau?” tanya Ishak.
“Belum.” Jawab singkat Maulana.
Akhirnya pukul dua puluh empat lebih lima menit api berhasil dipadamkan, korban kebakaran sementara ditampung disebuah masjid di seberang jalan. Karna belum ada tenda penampungan.
Ishak mengurungkan niat’tuk  pulang ke rumah, ia memilih menemani temannya tidur di masjid dengan korban lainnya. Paginya, isteri Maulana pulang.
“Mas, kenapa tidak memberi kabar?” tanya isteri Maulana.
“Mas, bingung de.” jawab maulana sambil memegang erat tangan isterinya.
“Kenapa bingung?, mas ‘kan tidak melakukan dosa, ini musibah mas, cobaan untuk keluarga baru kita” Isterinya tersenyum tanpa beban.

Melihat isteri Maulana ia ingat dengan Rahma. Ia benar-benar ingin cepat-cepat menikahi gadis pujaannya itu. Gadis yang ceriwis yang selalu menaruh kekhawatiran pada dirinya yang kerap tak memberi kabar, gadis yang mengerti ketika ia sedang sibuk, gadis yang peduli dan tak menuntut apa-apa. Tiba-tiba ia ingat dengan perkataan gadis itu ketika ia dalam keadaan sakit.

“Saya tidak minta lebih dari kamu, kecuali kesembuhan kamu. Tolong jaga diri kamu baik-baik karena aku begitu mencintai kamu.” kala itu Rahma mengucapkannya begitu lembut tanpa menoreh pada wajahnya. Sikap seperti itu yang membuatnya tersenyum sendiri. Tiba-Tiba, ia dikagetkan Maulana.

“Is, aku minta tolong, pinjamkan aku uang untuk modal jualan, dagangan sembakoku ludes terbakar” Maulana memelas.
“Iya, insya Allah aku pinjamkan besok.” jawab Ishak.
“Saya, pamit mau langsung kerja.” Ishak.
“Iya, Sob terima kasih” Maulana sambil merangkul Ishak.

Sepanjang perjalanan ia memikirkan pinjaman untuk Maulana. Ia bingung harus mengurungkan rencana menikah atau pesantrenin adiknya. Ia memang sudah lama menyiapakan uang untuk dua rencana itu. Keputusan yang sulit, baginya maulana adalah sahabat sekaligus saudara untuknya. Pikirnya dia harus menolong, karena saat ibunya sakit maulana selalu membantu pengobatan ibunya.

Ishak adalah pemuda yang kreatif, Ia menyukai dunia fotografer. Impiannya adalah mendirikan sekolah fotografer gratis untuk kaum marjinal. Ia bekerja sebagai fotografer di salah satu stasiun televisi  yang baru launching tahun kemarin.

Selepas bekerja, ia kerap memikirkan masalah Maulana menginai pinjaman uang. Pikirannya terlintas pinjam pada Nurhalimah, adik keduanya yang baru bekerja tiga bulan sebagai recepsionis di salah satu Bandara di Jakarta. Sontak ia ingat dengan rencana adiknya, yang sedang mengumpulkan uang muka untuk mengkredit motor, akhirnya ia mengurungkan niat meminjam uang pada adiknya.

“Apa yang dapat saya lakukan, ini diluar rencana saya, dan Allah memberi jalan seperti ini.” Ishak membatin. Pikirnya, apa yang ia kumpulkan selama ini berarti Allah maksudkan bukan  untuk menikahi Rahma, atau pesantren untuk adiknya.

“ Menikah atau Pesantren ya?” Ishak pikir ulang.
“ Menikah dengan Rahma adalah sebuah pilihan, sedangkan pesantren untuk adik saya adalah tanggung jawab saya  sekarang, begitupun menolong seorang sahabat yang begitu membutuhkanku” Ishak menemukan jawabanya. Akhirnya satu tabungan yang semula ia rencanakan untuk menikahi Rahma, ia pakai untuk menolong sahabatnya.

Pagi-pagi ia meluncur ke penampungan kebakaran, ia menemui Maulana. Akhirnya ia mengambil uang yang mulanya untuk rencana menikah dengan Rahma ia serahkan ke Maulana.
“Banyak sekali Is?” Maulana kaget.
“Sudah pakai saja, kamu membutuhkannya na!” Pungkas Ishak
 “Hmmmm, saya memang membutuhkannya, tapi saya takut tidak bisa mengembalikannya uang sebanyak ini.” jawab Maulana ragu.
“Sudahlah, pakai saja, urusan mengembalikan nanti Allah yang ngatur” jawab Ishak sambil menelan ludah.
“Ahhh, tidak Is, saya takut.” Jawab Maulana sambil menyerahkan uangnya ke Ishak.
“Tidak apa-apa tidak perlu takut, saya ikhlas na” Ishak.
“Subhanallah, Is kamu benar-benar mau membantu saya.” Maulana terharu.
“Iya na” Ishak.
“Terima kasih Ishak, terima kasih..!” Maulana dengan mata mengandung air.
Akhirnya Ishak yakin dengan keputusannya memberi uang tabungan pernikahannya untuk maulana. Ia lebih memilih mempertahankan uang tabungan untuk anas adik bungsunya.

Setelah seharian bekerja ia kembali ke rumah. Hari ini ia pulang cepat, karena besok libur. Ia berbaring sejenak di sofa ruang tengah, ia tak nafsu makan. Pikirannya tak karuan, carut marut. Pikirannya merangkun antara kemarin dan hari ini hanya selisih sehari. Perasaannya berbeda drastis bahagia dan sedih.
“Begitu cepatkah Allah mengambil kebahagian itu!” Pikirnya layaknya manusia biasa. Lantas ia berfikir.

“Maulana kebahagiannya terbakar dalam hitungan detik, hah sudahlah ini cobaan!” batin Ishak. Dia terdiam mematung seperti disulap penyihir. Ia membenarkan yang terlintas pada dirinya.

Tak mau lama-lama mematung dan meratapi nasibnya, ia langsung menuju kamar dan mengambil handuk baru dilemarinya. Tiba-tiba matanya melirik sebuah catatan yang ia tempel dua tahun yang lalu, catatan itu dari Rahma.

Mimpi Baruku
Oleh: Rahma Abbasyir

Teruntuk mimpi baruku Muhammad Ishak

Mimpi Baruku, aku lebih lama mengenalnya yaitu cinta lama yang tertunda karna usia dini. Aku mengerti bagaimana ia diam karna marah. Ia benar-benar tergores karna sebuah ucapan yang tak berarti. Kata-kata jalang di lontarkan orang terkasih lebih menyakitkan daripada musuh yang melontarkan. Dan aku paham setelah aku beranjak dari usia dini. Sebelumnya cuma satu yang ku pegang dari diammu yaitu kejahatan. Aku benar-benar menggali menggali luka begitu dalam. Bukan karena diamnya, tapi aku menaruh cinta yang begitu banyak. Aku mulai menerima ketika ia memberi sebuah keputusan. Rasanya jauh lebih baik dari diamnya selama seminggu, rasanya seperti seribu tahun. Dan benar Tuhan sudah menetapkan hari ini untuk kita. Bagimana kita dipertemukan tanpa scenario manusia. Ini murni tangan Tuhan. Aku jauh lebih baik mengenalmu dari usia dini dulu. Kau seperti dipersiapkan menjadi raja, dan aku ratunya. Kau, adalah mimpi baruku, cinta lama yang tertunda karna sikap kekanakanku. mari bersama-sama menyelesaikan asa yang sempat tertunda. Jadikanlah aku jawaban dari tiap persoalanmu.

Rahma memang berbeda dari sebelumnya, dulu yang tomboy, mau menang sendiri, sedikit urakan. Kini ia terlihat manis, karena sifat perempuannya kian tumbuh pada dirinya. Lembut, sopan dan peduli dengan sekelilingnya. Ishak  dan Rahma sempat pacaran tapi karena sifat Rahma yang kanak-kanak dan terlalu protektif, Ishak meninggalkannya. Itulah, kemungkinan Ishak meninggalkan Rahma dulu. Setelah, membaca catatan Rahma, Ishak ingat ketika ia dipertemukan lagi dengan cara tak sengaja. Kala itu ada sebuah seminar Amazing Al-Quran, secara kebetulan mereka berdua berada dalam seminar tersebut.

            Pada akhirnya Ishak mengajak pulang bersama, dan hal yang paling mengherankan rumahnya saling berdekatan.

            “ Sudah berapa lama kamu tinggal disini?” Tanya Ishak.
            “ Hampir 2 tahun ka.” Jawab Rahma.
            “ Wah, memang jodohnya hari ini ya, saya tinggal depan gang rumah kamu mah sudah lebih 2 tahun lagi”
            “Hihihihihihihi…” Rahma tertawa kecil sambil menutup mulutnya.

            Adzan Isya berkumandang, menyadarkan Ishak dari lamunan tentang Rahma, ia segera mandi dan menuju masjid dekat rumahnya.
            Setelah shalat di masjid, ia lebih memilih berbaring di kamarnya, lalu ia membuka handphonenya, dan melihat personal message Rahma “ Setelah On air langsung tancap ke RS. Adella”
Ia ingin menanyakan pada Rahma, mengenai statusnya itu namun ia takut. Akhirnya memilih tidak  bertanya pada Rahma.
            “Siapa yang sakit yaa?” Membatin Ishak. Tiba-tiba ia melihat recent update, Rahma changed display picture. Ia terlihat foto dikamar rumah sakit dengan seorang perempuan yang menggendong bayi.
            “Oh, temannya melahirkan.”  membatin Ishak
            Ishak tidak bisa tidur, jam dinding dikamarnya berbunyi menunjukan pukul satu. Paginya.
            “Is  bangun is, sudah jam 5” ibu Ishak.
            “Ayo bangun, biasanya subuh solat di masjid” ibu.
            “Ahhh….” Ishak segera menggulung selimutnya.
            “Semalam Ishak susah tidur bu, jadi kesiangan” jawab Ishak sambil menggerakan tanganya.
            “Yaudah sana solat dulu!” Ibu.
            “Iya bu.”Ishak
           
Ishak adalah anak pertama dari tiga bersaudara, Ayahnya sudah meninggal lima tahun yang lalu, saat ia baru semester pertama. Semenjak itu, ia menjadi kepala rumah tangga. Ia kuliah sambil bekerja, untuk biaya kuliah dan sekolah untuk kedua adiknya. Ibuny membuat kue kering yang dititipkan di toko kue di pasar-pasar.

Setelah solat subuh, Ishak mendapat sebuah pesan.“Assalamualaiku, kek..” Pesan Rahma
“Walaikumusalam, nek” balas Ishak
            Pada masa itu memang pasangan muda yang belum menikah sudah memanggil dengan sebutan pipi mimi, mami papi, mama papa. Tapi berbeda dengan Rahma dan Ishak. Mereka berdua mengambil nama panggilan yang unik yaitu kakek dan nenek. Lalu Rahma kembali membalas pesan.

“ Aku buat puisi untuk kamu kek, judulnya rindu. Pesan Rahma.

Rindu: Bagaimana aku bisa mengatakan kerinduan padamu. Kerinduan itu hanya pada pemilik yang berikar. Dan kau belum melakukannya untukku. Simpulnya, meski kau tak pernah mendengar kerinduanku. Hakikatnya aku menanam kerinduan pada satu titik dan letak akarnya pada hati. Ia tumbuh sampai buahnya masak lalu berjatuhan, ketika kau tersenyum. Dan sampai saatnya tetap seperti itu. Akan kusemat semua rasa yang dititipkan Tuhan, bukan ,menjajaki tapi menjaga hati untukmu.
            
Membaca puisi dari Rahma, Ishak menyeka matanya. Ia tidak membalas pesan dari teman dekatnya itu. Ia menutup diri, menunjukan bahwa ia tidak merindukannya. Padahal dalam lubuk hatinya yang paling dalam ia benar ingin segera menikahi Rahma. Akan tetapi apa daya, entah apa yang harus dilakukannya.
            
Hari berganti hari Ishak tidak pernah membalas pesan Rahma, lantas Rahma memberikan pesan seperti biasa seperti mengingatkan solat dhuha, ia menganggap seperti tidak ada apa-apa. Pikirnya, Ishak sedang sibuk atau ia sedang menjaga kehormatanku dengan tidak membalas pesan, pikir Rahma.

Akhirnya yang ditakutkan Ishak, pada akhirnya terjadi. Rahma mengajak bertemu, katanya ada satu hal yang dibicarakan penting. Ia takut menyakiti perasaan Rahma, ia benar-benar mencintai Rahma.
            

Sore itu, di sebuah taman kota terletak di jantung Jakarta, Ishak menepati pertemuan yang diminta Rahma.
            “Assalamualaikum..” Rahma tersenyum manis.
            “Walaikumusalam..” Ishak menjawab dengan raut wajah yang tak semangat.
            “Kek, aku tak bisa mengendalikan perasaan apa yang Allah berikan selama dua tahun ini.” Pungkas Rahma.
            

“ Kapan, kamu main ke rumah setidaknya sambil menunggu uang yang terkumpul, kamu main ke rumahku. Coba bicarakan hubungan kita pada ayah.” pinta Rahma.
            
“ Dan kapan kamu akan mengajak aku ke rumahmu, meski ibu sudah mengenalku, tapi kapan kamu akan mengenalkan aku pada ibumu, bahwa aku pilihanmu, calon isterimu?” Rahma penuh harap.
            Ishak diam seribu bahasa.
            “ Kamu kenapa?’ tanya Rahma cemas.
            “Tidak, apa-apa aku hanya bingung apa yang kamu bicarakan, benar-benar aku tak mengerti Mah” Ishak membohongi Rahma.
            Mendengar Ishak berbicara seperti itu, Rahma sontak kaget.
            “ Masya Allah, apakah selama dua tahun yang ku tunggu-tunggu ini hanya sebuah harapan semu?” Tanya Rahma.
            “ Apakah kamu lupa, kamu mengatakan kamu menyanyangiku lebih dari apapun hanya saja belum siap menikah karena masalah uang. Dan kamu katakan akan mengumpulkannya untuk menikahiku.” Pungkas Rahma.
            “Tidak, nek maafkan aku setelah di pikirkan sepertinya aku tidak mencintaimu, maafkan aku.” Ishak memaksa mengatakan hal yang demikian.
            “Kau tega sekali kek!” Rahma menangis.
            “Tahukah, aku menjaga semua rasa ini sudah dua tahun, dan aku mengungkapkan dan mengajakmu berta’aruf karena aku benar-benar siap menikah, kalau tidak aku tidak akan seperti ini” Rahma marah.
            “Kenapa kau tidak mengatakannya sedari dulu, aku tak tahu apa-apa. Aku cuman menganggapmu teman tidak ada lebih perasaan padamu”. Pungkas Ishak membohongi dirinya sendiri dengan nada keras.
            “Aku kira, kamu lelaki yang baik, tahu syariat Islam!. Bagaimana aku mengatakan semua hal tentang perasaanku. Sedangkan aku belum siap untuk menikah.” Rahma membalas dengan nada meninggi.
            “Apa kamu benar-benar tak mengetahui, mendahului kata mencintai dan merindu kepada lelaki bukan muhrim sama halnya aku menjatuhkan harga diriku.” Rahma tegas, lalu ia pergi begitu saja.
Ishak hanya diam, tak berbicara sepatah kata pun, membiarkan Rahma.

*****
            
Setelah hampir  Rahma melupakan kejadian itu ia menemui sesuatu yang di luar segala dugaannya. Ia baru saja pulang dari  Belanda menyelesaikan S2 jurusan hukum di Universiteit Leiden.
            Ia menemukan sosok yang dikenal Nurhalima adik Ishak, saat bertemu Ia berusaha pura-pura tak melihatnya. Namun, Nurhalimah tercengan dan memanggilnya.

            “Kakk…!”
            “Kak Rahma…! Nurhalimah teriak.

Rahma mempercepat langkahnya, namun gadis  itu dapat mengelabui langkahnya.
            “Kak, apa kau lupa dengan Imah..?” tanya Nurhalimah dengan nafas tersenggal-senggal.
            “Hmmmmm, Ingat Imah..” Jawab Rahma sambil menorehkan senyum memaksa.
            “ Kak, kenapa kakak menghindar melihat Imah?” Nurhalimah.
            “Tidak sayang, tadi kakak tidak lihat kamu.” Rahma sambil memegang pundak Alimah.
            Akhirnya keduanya memilih mengobrol duduk di sebuah café di Bandara.
            “ Kak, kak Ishak ke Sydney sudah delapan bulan. Dia mendapat beasiswa master Documentary Photograpy.” jelas Nurhalimah.
            “Syukurlah kalau begitu Imah, kakak mendengarnya ikut senang.” Jawab Rahma.
            “ Kak, kenapa kakak tidak memberi kabar pada ka Ishak, tentang study ke Belanda kakak?” tanya Halimah.
            “ Saat itu memang tidak direncanakan untuk melanjutkan master ke Belanda, meskipun kakak tahu mendapatkan beasiswa. Kakak lebih memilih ingin menikah dengan kakakmu. Tapi sayang, kakak kamu tidak mencintaiku. Akhirnya kuputuskan pergi ke Belanda, mengambil beasiswa.” Jelas Rahma dengan mata berkaca-kaca.
            “Tidak, kak Ishak bohong, dia bukan tidak mencintai kakak. Tapi uang untuk menikahi kakak terpakai untuk menolong temannya yang rumahnya terbakar.” Jelas Nurhalimah.
            “Apaaa…?” Tanya Rahma menggantung.
            “Ini no kak Ishak, coba hubungi dia kak!” suruh Nurhalimah.
            “Tidak, Imah. Ini sudah terlanjur. Biarlah Tuhan yang mengingikan kami kembali, bukan campur tangan manusia!” tegas Rahma.         
******
            
Bandung, ada suara jangkrik sedang bercakap berisik. Sayup-sayup terdengar merdu lantunan ayat suci al-Quran dari masjid dekat rumah nenek Rahma. Sekejap ia ingat sedang berbaring di kamarnya menunggu adzan magrib. Ia sedang ada tugas di Bandung, pikirnya dari pada menginap di hotel. Ia lebih memilih menginap dirumah neneknya.
            Senandung ayat al-Quran menghilang, tiba-tiba terdengar suara mengucapkan salam mengetuk pintu.
            “Tok-tok..”
            “Assalamualaikum….”
            “Walaikumusalam......”
            Suara itu ia seperti mengenalnya, namun tidak bisa ia jangkau. Nenek membuka pintu dan mempersilakan masuk.
            “Siapa yang bertamu magrib-magrib?”Rahma membatin.
            Tiba-tiba nenek mengetuk pintu kamar Rahma.
            “ Itu teman kamu datang dari Jakarta, tapi dia ke masjid. Katanya abis shalat magrib dia kesini lagi” Nenek.
            “Siapa nek, namanya?”
            “Oh iya nenek lupa menanyakan namanya siapa!” Nenek.
            Setelahnya suara adzan berkumandang bersahutan, ia pun segera mengambil wudhu dan segera menunaikan shalat magrib. Selesai, ia membaca al-Quran dengan tartil. Rahma keluar.
            “Nek, mana temanku dia belum datang?”Rahma.
            “Sudah, tapi dia balik lagi ke masjid karena dia mendengar kamu membaca al-Quran. katanya, ba’dah isya kesini lagi.” Nenek.
            “ Oh, begitu!, nenek sudah tanya siapa namanya?” tanya Rahma.
            “Ohh iya, nenek lupa tanya nama temanmu itu lagi!” Nenek.
            Rahma hanya tersenyum, melihat nenek yang sudah pikun.
            Setelah menunaikan shalat isya, Rahma memilih membaca buku dikamar. Tiba-tiba nenek mengetuk pintu, memberi tahu temannya sudah datang.
            “Kamu temui temanmu, nenek buatkan minum dulu.” nenek.
            “Baik, nek.” Rahma.
            Rahma menuju ruang tamu, namun ia tak menemukan temannya itu. Di halaman muka rumah terdapat kolam ikan dengan pancuran buatan. Dan ia menemukan sosok lelaki berambut panjang sebahu mengenakan kupluk biru muda  stelan jeans dan kaos serta jaket hitam casual. Perawakannya tinggi berisi.
            “Assalamualaikum..” salam Rahma.
            “Kenapa menunggu diluar?” tanya Rahma.
            “Di dalam terasa panas, jadi saya pilih menunggu diluar!”. Jawabnya sambil menoleh.
            “ Isshaak..” Rahma.
            “Kapan kau pulang?” Rahma sambil memukul pundak Ishak.
            “Sebulan yang lalu, nek.” Ishak.
            “Apa?, kamu masih ingat dengan panggilan itu kek.” Rahma tersenyum malu.
            “Maafin aku nek..” Ishak sambil memegang tangan Rahma.
            Rahma mendengarnya hanya tersenyum.
            “Tak perlu minta maaf, kamu sudah melakukannya yang terbaik.” Jawab Rahma.
            “Aku datang kesini, untuk memenuhi janjiku padamu nek.” jelas Ishak.
            “Aku ingin menikahimu.” Ishak dengan suara bergetar.
            Rahma tersenyum malu mendengarnya.
            “Apakah kau mau menikah denganku?” Tanya Ishak dengan cemas.
            “Yes, I will. when?” jawab Rahma sambil tersenyum bahagia.
            “Today”  Ishak sambil tertawa.
            
Akhirnya Rahma dan Ishak  menemukan waktu dan tempat yang paling indah, yaitu sebuah pernikahan. Kini, ia di karuniai seorang anak bernama Raisha, singkatan nama Rahma dan Ishak.