by Shafiqah Adia Treest
Menunggu memang hal yang sangat membosankan.
Namun, entah mengapa aku tak pernah merasa jenuh menunggumu di sini. Sebuah
kata sakti yang bisa mengubah dunia menjadi surga. Membuatku terhipnotis dengan
segala tindak tandukmu yang selalu membuatku tersenyum manis. Merindu, itulah
yang tengah kurasakan kini. Perasaan dan logika memang tidak pernah bisa
dimengerti karena selama ini logika yang kau punya dan perasaanlah yang selalu
kurasa.
Kau selalu mengatakan bahwa perpisahan kita bukanlah
akhir dari segalanya. Pergi begitu saja menjadi pilihanmu di saat aku tengah
menata impian untuk hidup bersamamu. Kau benar, bahwa aku harus banyak belajar
… tentang rasa, tentang cinta dan tentang apa adanya …
Pergi bukan karena benci, tapi berlalu untuk
terus menyimpan rindu … itulah kata terakhirmu … kepadaku …
***
Kuamati sekelilingku. Mereka butuh jawabanku
secepatnya. Ini memang tidak mudah. Keputusanku ini nantinya bisa jadi penentu
hidup seseorang. Aku berpikir sejenak. Menimbang segala kemungkinan yang akan
terjadi. Tidak, aku tidak mungkin bisa
menyetujui proyek ini.
“Berapa lama lagi kami harus menunggu
jawabanmu?”
Pertanyaan yang semakin membuatku terdesak. Tidakkah kalian tahu bahwa ini tidak mudah
bagiku?
“Kurasa hanya butuh penyesuaian selama
beberapa waktu dan seterusnya akan kembali normal.” Suara yang lain ikut
berkomentar.
Aku terdiam.
“Ayolah, buatlah semua menjadi mudah. Kita ini
ilmuwan terbaik yang dimiliki oleh Istech.” Timpal yang lain.
Aku memberi aba-aba dengan tangan kananku.
“Baiklah. Aku akan mengambil keputusan. Mohon kalian dengarkan dengan seksama.
Aku, Eve Arniannisa, selaku Wakil Presiden Istech Laboratory, tidak akan pernah
mencoba untuk membuat kehidupan manusia terancam.” Kataku dengan intonasi yang
cukup tegas dan dalam. Tatapanku kubagikan ke seisi ruangan dan aku mendapat
balasan yang tidak menyenangkan.
***
Aku tidak menyangka apa yang telah kuputuskan
menjadi kontroversi. Beberapa ilmuwan terbaik yang dimiliki oleh Istech lebih
memilih mengundurkan diri karena merasa sudah tidak sejalan dan tidak terima
akan keputusanku. Buruknya, berita ini sampai di telinga ayah dan tak berapa
lama ayah memanggilku.
Perdebatan sengit di antara kami terjadi di
ruang kerjanya yang di isi oleh peralatan super canggih yang hanya di miliki
oleh Istech Laboratory. Semuanya hasil dari kerja Istech selama ini. Kembali ke
ayah, aku mencoba untuk membuat ayah mengerti mengapa aku membuat keputusan
itu. Manusia mana yang ingin hidupnya di muka bumi ini terancam karena ada orang
lain yang mampu memegang kendali pikirannya.
“Seandainya kau setujui proyek ini, Istech
bisa menarik lebih banyak investor. Kau sadar itu, Eve? Ayah memang
mempercayakan proyek ini kepadamu, tapi kau tetap tidak memiliki hak untuk
mengambil keputusan tanpa sepengetahuan ayah. Seharusnya kita diskusikan
sebelum kau membatalkan proyek ini.”
“Aku mengerti ayah, tapi bukankah ayah selalu
mengajariku untuk bisa menjadi seseorang yang tidak pernah mau berkompromi
dengan sesuatu yang sudah jelas-jelas mengancam kehidupan seseorang? Rules of Istech Laboratory. Menjual
Istech kepada pihak asing yang sebenarnya tidak benar-benar tahu ilmu itu apa?
Mereka di luar sana hanya mementingkan nilai yang bisa menguntungkan mereka
tanpa mau melihat apa yang sebenarnya menjadi permasalahan dunia.”
“Kau terlalu mengedepankan ideologimu. Di
sini, yang kita lakukan adalah bekerja untuk menemukan hal baru untuk menjaga
kelangsungan hidup manusia di muka bumi, bukan untuk melawan arus dengan
memusuhi perbedaan yang ada.”
“Ayah, bisakah kita memandang dari apa yang
sudah terjadi sebagai bukti? Mereka memiliki ilmu bukan untuk menjaga
kelangsungan hidup manusia di muka bumi, tapi lebih mengedepankan apa yang bisa
menguntungkan mereka. Cobalah untuk memahami itu!”
“Kau mau mengatakan bahwa proyek ini bisa
merugikan banyak pihak? Apa menurutmu dengan kita menciptakan VERO, Virtual Embodiment and Robotic Object ,
ini bisa mengusik kelangsungkan hidup manusia? Tidak akan ada hal yang
merugikan bila kita mel …”
“Maaf bila aku memotong ucapan ayah, tapi
tidak ada yang bisa menandingi kecerdasan manusia yang sesungguhnya sekalipun
kita bisa mengendalikannya. Coba ayah bayangkan bila kita benar-benar
menciptakan VERO, apa yang akan terjadi? Setiap orang memiliki kendali atas
segala sesuatunya hingga waktu yang akan menjawab kapan kepunahan manusia di
muka bumi ini akan terjadi.”
Ayah berusaha menelaah ucapanku. “Kita bisa
menyempurnakan VERO dengan tetap memberi pusat kontrol yang hanya dimiliki oleh
Istech. Semua bisa kita kendalikan hanya dengan menjentikkan jemari di sini, di
Islamic Technology Laboratory.”
Aku membuat jarak dengan ayah. “Aku tahu …”
aku merendahkan suaraku. “… tidak ada yang tidak mungkin di Istech. Aku begitu
cinta dengan ilmu pengetahuan. Aku dibesarkan di lingkungan yang begitu
memuliakan ilmu pengetahuan atas dasar Ketuhanan. Aku ingin menciptakan sesuatu
yang bisa membuat umat manusia di muka bumi ini bersatu. Tapi aku sadar bahwa
ada yang lebih berkuasa atas segala sesuatunya. Selama ini kita tidak pernah
memperdebatkan hal yang sudah menjadi kodratnya. Istech berdiri bukan semata
untuk membuktikan keselarasan ilmu pengetahuan dengan keyakinan, melainkan
lebih dari itu. Kekuasaan-Nya. Ayah, aku memahami maksudmu, tapi izinkan aku
untuk menyempurnakan VERO dengan caraku sendiri, dengan bantuan rekan-rekan
yang memiliki visi dan misi yang sama dengan Istech. Aturan Tuhan.”
Ayah mengangguk-anggukan kepalanya. “Baiklah.”
Suara ayah terdengar berat. “Ayah percaya padamu. Kau memang begitu mirip
dengan wanita yang begitu kucintai setelah ibuku, wanita yang telah
melahirkanmu, dua puluh lima tahun yang lalu …” tutur ayah dengan berkaca-kaca.
Aku menundukkan kepalaku. Ya, aku memang
selalu mengingat pesan ibu. “Sekuat
apapun kita membuat sesuatu dengan sempurna, tetaplah Ia yang Maha Sempurna
atas segala penciptaan-Nya.”
***
Hari ini, aku mengundang beberapa relasi
Istech. Ini adalah hari yang begitu bersejarah. Kuharap, Istech kembali
menorehkan sejarah di mata dunia. Selama ini, dunia selalu mengapresiasi
ciptaan Istech, mulai dari Ear Sensor V, i-Heart G-V, Manjaniq Express, sampai
ciptaan yang belum lama diluncurkan, yakni Qur’an Brainwashing, semacam alat
untuk membantu mengembalikan memori manusia seperti semula dengan metode
Qur’ani. Dan kini, Istech kembali ingin mencetak sejarah dengan peluncuran VERO
V (Virtual Embodiment and Robotic Object
V).
Semua mata tertuju kepadaku. Mereka terlihat
tidak sabar melihatku mempresentasikan VERO V. Kuredupkan penerangan di ruangan
ini dengan Eye Sensor. Kemudian,
kunyalakan sebuah layar datar besar yang tepat berada di belakangku dengan
sebuah sentuhan kecil pada chip yang
kusisipkan di blazer hitam yang kukenakan. Hybrid
Filter Screen, teknologi layar sentuh 4D yang dikendalikan oleh Tearshand Control.
Suara salam menggema sebagai pembuka yang
begitu kental dengan nuansa Islami yang merupakan bagian dari protokol Istech
Laboratory yang pertama. Kulanjutnya dengan memberikan sedikit pengantar
mengenai apa yang akan kupresentasikan. Ayah tak sedikit pun mengalihkan
pandangannya dariku, berusaha menilai penampilanku di depan banyak mata yang ke
semuanya adalah tamu kehormatan Istech.
"Sesungguhnya
telah Allah datangkan sebuah Kitab berisi Ilmu Pengetahuan (Teknologi
Al-Qur'an) kepada kita semua, sebagai petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang
beriman".[1]
aku memulai presentasiku dengan memperlihatkan VERO V. decak kagum terdengar
begitu vokal. Aku tersenyum puas. Kuarahkan pandanganku ke ayah. Ayah
menganggukkan kepalanya seraya tersenyum bangga padaku.
“Perkenalkan …” aku melapangkan tangan kananku
ke arah VERO V. “VERO V (Virtual Embodiment and Robotic Object V).
Sebuah robot pintar kelima yang diciptakan oleh Istech Laboratory. Penambahan
‘V’, selain untuk menunjukkan identitas penciptaan robot itu sendiri, juga
berarti sebuah lambang ‘peace’ atau
‘perdamaian’, juga sebagai sebuah simbol Ketuhanan, Rukun Islam. Jelas bahwa
robot pintar ini diciptakan untuk menyelaraskan kehidupan umat manusia. Bila
tombol yang tepat berada di kening robot ini di tekan sekali, maka robot akan
mulai menduplikasi apa yang ada di pikiran kita dengan bantuan dari sebuah
sensor sidik jari yang menyentuhnya. Bila di tekan dua kali, maka sensor akan
berhenti menduplikasi. Perlu digaris-bawahi bahwa penduplikasian ini melalui
proses filterisasi. Hanya energi positif yang ada di pikiran kita sajalah yang
mampu di-decoding sesuai dengan
memori yang sudah disisipkan dan diprogram di robot pintar ini.”
“Robot perdamaian yang terlihat begitu
cantik.” Puji salah seorang tamu kehormatan yang kuketahui bernama Hilman.
Pemuda yang memiliki kecerdasan di atas rata-rata hingga ia dipercaya untuk
mengelola Royal House Laboratory. Sebuah laboratorium ternama di negeri ini
yang memiliki konsentrasi pada peralatan rumah tangga tercanggih abad 21.
Sayangnya, di mataku ia hanyalah seorang android
playboy. Julukanku untuk lelaki pencinta gadget itu karena ia begitu senang
menawan hati wanita mana pun yang ia sukai.
“Aku suka presentasimu. Sejauh analisaku, VERO
V ini seperti programmable automation
yang pernah diciptakan oleh Corp C. Laboratory yang bisa menduplikasi
pikiran-pikiran positif hingga mampu mencegah negative feedback yang akan terjadi. Robot pintar besutan CCL itu
mengadopsi rangka hidrolik Vinci yang memang harus diakui belum ada
tandingannya hingga saat ini.”
“Tapi maaf, analisa anda sangat keliru.
Terobosan Istech ini memang menggunakan rangka hidrolik layaknya robot pintar
yang pernah diciptakan oleh CCL, tapi kami bukan mengadopsi rancangan da Vinci,
melainkan mengadopsi sebuah maha karya insinyur Muslim yang begitu
brilian, Al Jazari.”
“Al Jazari?” pertanyaan itu muncul ke
permukaan. Seisi ruangan saling berpandangan dan mengerutkan keningnya masing-masing.
“Al-Shaykh Rais al-Amal Badi al-Zaman Abu
al-Izz ibn Ismail ibn al-Razzaz al-Jazari, seorang ilmuwan yang unik, tak
tertandingi kehebatannya, menguasai ilmu yang tinggi, dan bermartabat di
zamannya, di abad ke-13 M. Hampir keseluruhan dari penciptaan VERO V, kami
adopsi dari maha karyanya yang disempurnakan oleh beberapa ahli teknik di bawah
kepemimpinan tiga raja Dinasti Artuqid. Sosok yang selama ini tenggelam dalam
peradaban, tapi berusaha dimunculkan kembali dengan kehadiran Istech di
tengah-tengah peradaban modern kini.” Kataku dengan bangga. Hatiku bergetar
kala menguraikan apa yang kuketahui tentang sosok yang dikenal sebagai Bapak
Teknik Modern itu.
Seluruh tamu kehormatan yang sekaligus
merupakan relasi dari Istech Laboratory pun tak henti mengajukan beberapa
pertanyaan. Kujawab dengan jelas dan singkat yang paling tidak bisa menjawab
rasa penasaran mereka.
“Dengan Self
Operating System, kami menyempurnakan
VERO V dengan harapan mampu menciptakan perdamaian dunia yang setiap umat
manusia idamkan selama ini. Tidak ada lagi perpecahan, permusuhan atau pun
peperangan dalam konteks perbedaan. Ini telah kami program dengan bantuan
sebuah chip yang hanya ada satu di
dunia ini, Onepeace Modulator Chip.
Sistem kerjanya sudah ada dalam modul yang saat ini berada di meja anda semua.”
“Lalu bagaimana dengan landasan Istech selama
ini? Sekalipun kami sudah mengetahui tokoh yang Istech adopsi untuk menciptakan
VERO V?” pertanyaan menarik yang menyentakkan seisi ruangan.
Dengan santai kupandangi wajah mereka satu per
satu. Perang pemikiran yang terjadi saat ini. Ayah berusaha untuk
mengendalikanku dengan bisikan untuk menghentikan presentasiku ini agar tidak
terjadi perdebatan berkepanjangan. Aku berusaha meyakinkan dan menenangkan
ayah.
“Al-Jami Bain al-Ilm Wal ‘Aml al-Nafi Fi Sinat
‘at al-Hiyal (The Book of Knowledge of
Ingenious Mechanical Devices) adalah salah satu buku koleksi Istech
Library. Salah satu buku yang kami jadikan sebagai panduan di samping AlQur’an,
kitab suci umat Islam.”
“Hmm … menarik … keselarasan ini memang
menjadi khas dari Istech.” Seru yang lain. “Lalu, apa yang menjadi acuan Istech
untuk membuat VERO V dengan wujud seperti ini?”
“Sengaja kami membuat VERO V ini dengan bentuk
dan penampilan yang berbeda dari robot pintar lainnya agar tidak menyerupai
bentuk dari manusia. Ini karena Istech tidak ingin membuat sesuatu apapun yang
bersifat menandingi ciptaan-Nya. Jika
kamu harus melakukannya (menggambar), maka gambarlah pohon dan sesuatu yang
tidak mempunyai ruh. Sebuah hadist yang juga menjadi landasan kami.
Keselarasan yang begitu sempurna.’’[2]
“Presentasi yang cantik …” tepuk tangan
terdengar riuh ke seisi ruangan. “Istech memang benar-benar telah mencetak
sejarah baru …”
Aku menatap ayah dalam-dalam. Ada rasa bangga
pada diriku sendiri. Inilah kekuasaan-Mu. Aku hanya menjadi perantara untuk
membuktikan bahwa Kau begitu sempurna dalam menciptakan kami hingga kami bisa
menggunakan kecerdasan yang kami miliki untuk menunjukkan kebesaran-Mu.
***
Menciptakan perdamaian memang tidak mudah.
Dengan beragam latar belakang yang berbeda, dengan segala keunikan setiap
manusia, semua menjadi sebuah kekompleksan yang patut untuk kita pahami maknanya.
Melihat ke luar jendela dengan keberagaman yang ada.
Dan diantara
tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan
bahasamu dan warna kulitmu. sesungguhnya yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui.[3]
Perbedaan merupakan sunatullah, namun tidak
berarti kita tidak bisa bersatu. Warna yang berbeda saja bisa menjadi sebuah
pelangi cantik yang menghiasi langit bila bersatu. Bagaimana dengan manusia
yang memiliki berjuta perbedaan dijadikan satu?
Sesungguhnya Allah
menjadikan perdamaian sebagai tanda penghormatan bagi umat kami dan keamanan
bagi ahli Dzimmah kami.[4]
Keberadaan VERO V yang diciptakan oleh Istech
menjadi salah satu pelopor perdamaian umat manusia di dunia. Layaknya Piagam
Madinah (al-sahifah al-madinah) yang
menjadi instrumen penting atas kelahiran sebuah institusi yang berorientasi
pada perdamaian dan kebersamaan, VERO V diharapkan mampu mengontrol jiwa-jiwa
manusia dengan kecintaan dan rasa kasih sayang yang lebih dominan dari rasa
benci dan penyakit hati lainnya yang mampu memecah keharmonisan hubungan setiap
insan.
Memahami rasa keberagamaan (sense of religiousity) menjadi pilar
penciptaan VERO V. Inilah yang di kedepankan oleh Istech sebagai sebuah
laboratorium yang menjadikan AlQuran dan Sunnah sebagai pedoman dasar.
Mampu berdampingan di tengah perbedaan pemicu
perdamaian adalah visi misi VERO V di muka bumi. VERO V
hadir dengan memberikan penguatan akan sebuah prinsip kasih sayang (mahabbah), kebersamaan (ijtima‘iyah),
persamaan (musawah), keadilan (‘adalah), dan persaudaraan (ukhuwah), serta menghargai perbedaan.
Inilah catatanku hari
ini. Kau yang telah menyemangatiku dalam diammu. Kau yang telah memberiku
sebuah mimpi yang didasari oleh hati. Dari perdamaian diri, tumbuh menjadi
sebuah ketenangan yang hakiki dan akan berkembang menjadi cinta di hati.
Sepertimu yang mendamaikan diriku, menenangkan jiwaku dan kini tengah menyemai
cinta dalam kalbuku. Sungguh, aku begitu merindu … merindukan kehadiranmu …
VERO V
Kuberharap
keberadaannya menjadi penyatu, bukan sebagai pembelenggu orang yang meragu …
Menjadi media yang
mampu merekatkan kerenggangan akan sebuah hubungan setiap manusia agar tidak
menjadi kenangan yang mudah untuk menghilang …
***
“Eve Arniannisa …”
Hatiku bergetar kala ia menyebut namaku. Dua
lelaki yang begitu kucintai kini berada tepat di hadapanku. Bulir airmata
menutupi rona wajahku yang tersorot lembayung senja. Aku tak menyangka rasa
cinta yang selama ini kucoba ungkapkan dalam diam, berbuah indah.
“Aku sudah mengantongi restu dari ayahmu. Bila
selama ini aku memilih pergi jauh darimu untuk menjaga hatiku dari belenggu
cintamu, kini aku datang dengan perdamaian. Layaknya VERO V yang telah kau
sempurnakan, maukah kau ‘mendamaikan’ hatiku, selamanya?”
Betapa rasa itu membuncah hebat, penuh
semangat. Lelaki paruh baya yang kurasa patut mendapat penghargaan sebagai ayah
terbaik menyunggingkan senyum termanisnya.
“Ayah telah tertular virus perdamaian yang
dibawa oleh VERO V. kehadiran VERO V mampu memberi cinta dan kasih sayang
sesuai dengan porsinya. Pergilah dengan cinta sejatimu, biarkan ayah dan VERO V
melanjutkan tugasmu, untuk meneruskan diri sebagai agen perdamaian bagi umat
manusia yang ada di seluruh dunia.”
Aku memeluk ayah. Hijabku berkibar diterpa
angin senja. Mentari yang setengah tenggelam menjadi saksi betapa aku begitu
terharu dengan rencana-Nya yang selama ini begitu kurindu. “Aku mencintai ayah
…”
Ken mengalihkan pandangannya. Ia menatap
langit senja yang menjanjikan kenyamanan dan ketenangan.
***
“Aku berharap tidak terlambat untuk datang
mengikat hatimu. Kucoba tepiskan keraguan dengan menyelami rasaku dalam-dalam.
Ternyata, aku memang benar-benar mencintaimu.”
Aku tersenyum malu. Kehalalan hubungan kami
membuat kami semakin pandai dalam memaknai rasa cinta dan kasih sayang.
“Sepertinya VERO V bekerja dengan baik dan sesuai dengan kontrol Istech.”
“Bukan. Mungkin kehadiran VERO V bisa menjadi
pemicu perdamaian di hati setiap insan, tapi aku tahu bahwa kau menyempurnakan
VERO V bukan untuk itu karena kita semua tahu bahwa cinta dan kasih sayang
tumbuh dari hati, sementara kita mengetahui bahwa VERO V tidak memilikinya.
Mana mungkin sebuah robot pintar mampu menjadi kontrol cinta dan kasih sayang
antar manusia di muka bumi ini.”
Aku bertambah kagum dengan sosok Ken yang kini
telah menjadi pendampingku. “
“Ken …”
“Hmm …”
“Kenapa kau memilih untuk pergi?”
“Pergi untuk menjaga hati. Pergi sementara
untuk bahagia selamanya …”
Aku tersipu malu.
“Apa aku yang telah menjadi inspirasimu?”
Aku mengangguk pelan. “Ya. Aku ingin VERO V
memanggil namamu untuk kembali kepadaku. Kembali untuk menyatakan perasaannya
kepadaku … hanya kepadaku …”
“Bagaimana kau bisa begitu yakin aku memiliki
perasaan terhadapmu?”
“Bukankah hati tak bisa menipu sekali pun
pandangan begitu malu?” kataku sambil menatap kedua bola matanya.
“Terima kasih untuk keyakinanmu kepadaku …”
“… karena dengan keyakinanku, aku bisa
menemukanmu …”
Ken memelukku. “Tetaplah menjadi VERO bagi
hatiku yang selalu mendamaikan, menenangkan dan menyemai cintaku … satu … hanya
untukmu …”
“Simpanlah hatiku dalam laci terdalam di
rongga hatimu agar aku selalu terkunci akan cintamu yang satu … hanya untukku
…” aku membalas pelukan Ken.
“Sesungguhnya orang-orang beriman dan beramal
sholeh, kelak Allah yang maha pemurah akan menanamkan dalam hati mereka kasih
sayang.”[5]
Hanya
manusia yang mampu mendamaikan dunia dengan cinta-Nya karena hanya manusia yang
memiliki hati untuk mencinta …
VERO
V
Hanya
sebuah simbol cinta, bukan untuk menebar cinta …
Kepunahan
manusia hanya tinggal menunggu waktunya. Sadarilah itu dengan tetap menjaga
perdamaian dunia …
…
SAVE …
Kekuatan
Islam di mata dunia …
Bukan
tidak mungkin ISTECH berjaya …
Sir George Bernard Shaw (1936):
"If any religion had the chance of ruling
over England and Europe within the next hundred years, it could be Islam. I
have always held the religion of Muhammad in high estimation because of its
wonderful vitality. It is the only religion which appears to me to passes that
assimilating capacity to the changing phase of existence which can make itself
appeal to every age. I have studied him - the wonderful man and in my opinion
far from being anti Christ, he must be called the savior of humanity."[6]
… Islamic Technology Laboratory …
Slice of Life : SAVE
By Shafiqah Adia Treest