Oleh:
Aisyah Asafid Abdullah
Tiga tahun telah berlalu, masa-masa
sulit ditelan habis dan pada akhirnya menemui hari ini. Setelah berpisah dengan
isteri terdahulunya, Hafis memutuskan menikahi gadis usia dua puluh empat
tahun. Ia mempunyai alasan kenapa ia menikahi gadis yg usianya jauh dari dia
dua belas tahun.
Kesepakatan Hafis dengan isteri
terdahulunya, Rany. Pada setiap bulan di minggu pertama ia akan menemui Kayla
dan Dimas, kedua anaknya. Tapi minggu ini Hafis mengajak isteri barunya, Laila.
Ternyata diluar dugaan Hafis, kedua anaknya tidak bisa menerima Laila dengan
baik.
Ketika
Laila membawa hadiah dua buah boneka beruang untuk Kayla dan Dimas.
“Saya
tidak suka hadiah darimu!” Kayla sambil melempar boneka beruang berwarna
pink pemberian Laila. Lalu Laila menarik
boneka beruang berwarna biru milik Dimas dan kembali ia lempar. Dimas masih
belum mengerti apa-apa, karena usianya masih lima tahun.
“Tidak
apa-apa sayang kalau kalian tidak suka.”Laila tersenyum sambil mengusap Kayla
dan mencium Dimas. Laila mengambil hadiah di pelataran, lalu ia membisikan
suaminya dan pergi.
Harapan
Laila, semoga dengan awal perkenalan ini kedua anak dari suaminya itu lebih
cepat dewasa dan memahami kondisinya seperti apa. Meskipun mereka bukan darah
dagingnya, tapi dari awal ia menerima pinangan Hafis karena menyanyangi kedua
anak dari suaminya itu. Dalam diam ia bersikap bijak dan memasang senyum saat
meninggalkan Kayla dan Dimas. Karena hakikatnya mereka adalah anak yang tidak
mengerti apa-apa, pikir Laila.
Melihat
apa yang telah terjadi pada anak dan isteri tercintanya Hafis tak bisa
menyimpan kesedihannya, air matanya tumpah. Ia tak bisa membendung air
matanya. Ia tak bisa menyisihakan lara
di hati kedua buah hatinya itu.
“Maafkan
abi ya nak!” Hafis sambil memeluk kedua anaknya. Hafis ayah berwajah oriental
itu memeluk kedua anaknya, dan mengantarkan pulang tanpa ditemanin Laila.
Air
mata bukan pemilik tunggal perempuan. Jadi jangan heran ketika engkau melihat
lelaki menitihkan air mata. Karena tidak adil, jika lelaki tak boleh menangis.
Rasa yang telah dirasakan Hafis begitu perih meringkih.
Begitu
mudahnya Tuhan membalikan takdir putih seseorang menjadi hitam, hitam menjadi
putih. Begitu yang sedang dirasakan lelaki berusia tiga puluh delapan tahun
itu. Kehidupan yang dirasakannya telah sempurna, kini hanya sebuah cerita.
Hakikatnya
dia lelaki yang perasa tak mudah ditaklukan, apa saja ia bisa lakukan. Tapi
Tuhan maha baik, diambilah yang dititipkan Tuhannya. Rasa yang dimiliki isteri
terdahulunya, Rany. dialihkan pada lelaki lain.
Kebaikan memang tidak akan selalu
dibalas kebaikan. Itulah yang dirasakan Hafis, diam-diam teman semasa SMA-nya
mencuri madu miliknya dan menghisapnya. Diawal pernikahan Hafis meskipun Beno sudah berkeluarga ia kerap
mengganggu Rany, dengan alasan meminjam uang untuk susu anaknya. Pikir Hafis
tak ada salahnya untuk meminjamkannya, hanya saja akivitas meminjam itu
berulang kali. Hingga malaikat dalam diri Hafis mengatakan pada sang Isteri. “
Berilah pekerjaan, kasihan Beno bisa meminjam tapi tidak bisa membayar!”.
Ungkap Hafis.
Sebulan kemudian, Rany memberi
pekerjaan pada Beno satu divisi dengannya. Di sebuah perusahaan multi nasional.
Dengan berjalannnya waktu, Hafis dengan aktivitas yang berbeda dengan posisi
manager disebuh perusahaan komunikasi. Ia tidak bisa mengontrol waktu untuk
isteri dan anak-anaknya. Ia kerap diberi beban tugas ke luar kota bahkan ke
luar negeri.
Dari situlah madu terlarang itu
dihisap. Hingga pada akhirnya terkuak perselingkuhan Rany dan Beno yang
memborbardir hati Hafis. Ia tak berdaya, karna rasa dalam kelakar hatinya semua
milik sang isteri dan anak-anaknya. Ia tak bisa menyulam rapi luka dihatinya.
Otaknya buntu, tidak sehat berfikir. Dampaknya kejayaan kariernya berakhir. Ia
meninggalkan pekerjaannya tanpa alasan. Pikirnya tak menjangkau tugas-tugas di
perusahaan, karna ia terlalu sibuk menata hatinya yang telah hancur.
Rumah dan mobilnya dijual habis oleh
isterinya. Pikir Hafis tertanam pada hati kedua anaknya, Kayla dan Dimas.
Bagaimana ia bisa menceritakan apa yang telah terjadi pada pelipur laranya. Ia
tak bisa menyisihakan lara di hati dua buah hatinya itu. Karena kedua anaknya
pun masih kecil.
Sebelum menikahi Laila, Hafis kerap
terlihat bersama dengan anak-anak dan Rany. Katanya, demi anak-anak mereka
berpura-pura dalam perasaan. Anak-anaknya tahu bahwa ayahnya sekarang bekerja
di luar kota sehingga bertemu dengan ayahnya hanya weekend.
Tetapi setelah kejadian minggu
kemarin, bersama Laila. Kedua anaknya tak mau lagi bertemu ayahnya. Ketika
Laila tahu, Laila menyarankan untuk pergi setiap minggu bersama anak-anak
dengan Rany. Namun Hafis menolaknya, karena ia tak mau menyakiti perasaan Laila.
“Tidak sayang, ini tidak adil
untukmu!”Hafis.
“Tidak apa-apa sayang, demi
anak-anak kamu mereka membutuhkanmu!” Laila sambil memegang tangan Hafis.
“Kalau ada orang yang kukenal
memergoki kami berjalan bersama, aku tak mau ucapan-ucapan miring yang
menyakiti hati kamu sayang.” Hafis khawatir.
“Biar
sayang biar kata orang apa, yang terpenting kamu pergi besama anak-anakmu tidak
menimbulkan fitnah!” Laila.
“Kau
baik sekali sayang.” Hafis sambil memegang janin Laila yang sudah berusia dua
bulan.
Meski
awal kesalahannya ada pada Rany, tapi semua masalah seperti diputar balikan.
Seakan-akan dalang dari permasalahannya adalah Hafis. Terutama dimata
anak-anaknya. Tapi Hafis menerima dengan baik, waktu yang akan menjawabnya.
Pikir anak-anaknya, ayahnya telah meninggalkan mereka demi Laila.
Padahal
pada kenyataanya, ayahnya telah berpisah dengan ibunya sudah tiga tahun. Bahkan
Hafis sudah mengajak untuk rujuk, dan memaafkan apa yang telah dilakukan Rany
dengan Beno terhadapnya. Tapi Rany menolaknya, karena Hafis sudah tak mempunyai
apa-apa.
Diputuskanlah hati Hafis pada gadis
usia dua puluh empat tahun, Laila. Meski usianya terpaut jauh dua belas tahun.
Laila seperti orang tua berwujud muda.
*****
Setelah
lima tahun pernikahannya dengan Laila. Hampir Hafis lupakan tentang harapan
Kayla dan Dimas bisa menerima Ramzi, anaknya dari Laila. Ia tak bisa hidup
berlama-lama dalam dua cabang yang terpisah. Kekuatannya hanya pada anak-anak
dan isterinya.
Musim
hujan kini telah pergi, kini kembali matahari bertengger pada siang hari
Hakikatnya dunia ini berbentuk bola, selalu berputar dan subjeknya adalah
Tuhan. Semua sisi dapat dirasakan, adil.
Hari
di bumi Djakarta mulai meninggalkan sore, lembayung kuning menyambut petang.
Lelaki yang kini berusia empat puluh tiga tahun itu merasa kesabarannya
sia-sia. Meski pekerjaan yang sempat ia abaikan kini ia dapatkan kembali.
Pikirnya tak ada gunanya.
Sudah seminggu ia meninggalkan Laila dan Ramzi
ke Balikpapan untuk tugas yang dibebankannya. Lelaki yang rambutnya sebagian
memutih itu ragu melangkahkan kakinya ke rumah.
Ia
mendapati isterinya sedang menutup jendela kamar. Ia mengagetkan dengan sebuah
pelukan hangat. “Aku tidak bisa mengerti tentang dunia ini, sayang” Ucap Hafis
pada isterinya. “Jika demikian artinya engkau juga tidak dapat mengertiku?”
jawab Laila sambil melepas dasi dari leher suaminya itu. Ia duduk terdiam tidak
menjawab seperti mengiyakan.
“La,
rokok dilaciku kau buang yaa?” Hafis mengalihkan pembicaraan. “Tidak bang, aku
simpan kupindahkan , Ramzi suka membuka lacimu.” jawab Laila sambil beranjak
mengambil rokok suaminya. “Tumben, biasanya kau buang diam-diam!”. “Aku sedang
berusaha mengertimu, Bang.”ucap lembut Laila. Mendengar ucapan Laila, Hafis
mengecup kening isterinya.
“Ramzi dimana?” Tanya Hafis. “Dia
sedang bermain ayunan di belakang” jawab Laila. Hafis segera ke belakang rumah
menemui buah hatinya itu. Ketika keluar ia mendapati ketiga buah hatinya. Kayla
menggendong Ramzi, dan Dimas mendorong ayunan dari belakang. Pemandangan surga,
ia terhenti dengan rasa yang mengharukan. Laila memeluk Hafis dari belakang
pintu. “Apa kau sudah mengerti tentang dunia, sayang?” ucap Laila. Hafis
mengecup kening Laila “ Terima kasih sayang.” ucap Hafis sambil membalas
pelukan Laila.
Pikir keduanya, tidak perlu
diceritakan tentang ketidakbaikan seseorang apalagi orang terdekat orang yang
dicintai. Meski seperti memikul banyak beban yang tak pernah dilakukan.
Melangkah seperti dikejar anjing galak. Tapi itulah ilustrasi yang dirasakan
orang sabar. Meski perlahan dan masih saja terjatuh, dan perlahan bangkit
kembali. Hakikatnya sebuah konsisten dalam bersikap baik dibutuhkan untuk
melihat surga di wajah-wahah orang tercinta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar