Rabu, 12 November 2014

Kembali kala Senja

Oleh : Aisyah Asafid Abdullah

Sesudah kembali dari bekerja, Dewi langsung merebahkan badan ke kasur. Walaupun kamarnya berantakan, pengap dan sesak ia tak hiraukan. Ia terlalu lelah, yang ada dalam pikirannya hanya ingin istirahat, agar besok ia bisa bekerja lagi.

Waktu istirahat begitu cepat berlalu, jam weker yang berada dimeja berbunyi melengking membangunkan Dewi. Sudah jam lima..!, waktu seperti di gerakan oleh sesuatu yang memaksa. Ia segara mandi dan sholat.

“Astagfirullah, aku lupa lagi ke tukang jahit untuk menjahitkan beberapa rokku..”gumam Dewi
Keadaan yang tidak pernah berubah dari pertama kali mengenek sampai sekarang, rok yang ia pakai selalu sobek.

Perjalanan menuju ke tempat ia bekerja, hatinya bersenandung gundah gulana, ia memikirkan sitohang, berharap supirnya itu mengerti dan tidak memarahinya karena hanya telat nembak. Sampai dipangkalan, ia berlari kecil, temannya Abdul meneriaki Dewi.

“Cepat wi ,sitohang sudah marah-marah..!” teriak Abdul
Mendengar Abdul, ia langsung mengencangkan larinya. Hatinya berdebar debar ketakuatan, beberapa kali ia membenarkan jilbab semampai pinggangnya yang kemarin ia bekas pakai, bau kecut dan dekil. Entah apa yang akan terjadi terhadapnya, ia seperti kembali  membangunkan macan dalam tidurnya.

“Yahh ini semua salahku..!”, Dewi dalam hati dengan nafas yang terengah-engah
“Dewi….!!!” jeritan sitohang itu melengking tajam membelah udara, jeritan yang sering ia dengar setiap pagi
“Ya ,ana1 salah,bang..afwan2 bang..!”kataku,suaraku gemetar ketakuatan
“ana afwan ana afwan, ana eno eee, ayo langsung tancap..!” Sitohang kesal

Metromini jurusan semper terminal senen yang dikendarai Sitohang, melintas kencang. Dewi di pintu belakang sesekali mengacungkan tangannya ketika melihat orang-orang yang melihat ke arahnya. Lalu setiap ada penumpang yang mau menggunakan jasa metromininya, Dewi membunyikan kaca dengan uang logamnya.

 “tek..tek..tek..!”

Hari ini cuaca mendung, penumpang tidak banyak seperti biasanya bisa dikatakan sedikit sepi. Saat itu metromini ngetem di persimpangan pasar menunggu penumpang. Dewi dengan mata celingukan mencari-cari penumpang. Namun terlepas dan pikirannya jauh terlintas kembali oleh masa lalunya,yang menyedihkan.

*****
Ketika mengingat masalalunya, ia seperti membalikan tangannya diantara mimpi dan nyata. Tepatnya Dua tahun yang lalu ketika ia bekerja di salah satu hotel di Jakarta sebagai recepsionis. Jauh lebih berbeda dengan keadaan sekarang. Keadaannya berubah drastis dari bekerja di ruang berAC sampai bekerja hujan-hujanan dan kepanasan.  

Namun hatinya jauh lebih tenang karena ia kembali pada jilbabnya, yang sempat ia gantung karena tuntutan pekerjaan sebagai recepsionis. Sebelum ia putuskan sebenarnya ia sudah diingatkan oleh seseorang yang mempedulikannya, Irwan sekaligus manager hotel dimana Dewi bekerja dulu.

Dewi adalah lulusan terbaik SMK pariwisata di Jakarta, ibunya sudah lama meninggal. Sebulan setelah kelulusannya, ayahnya tidak bekerja lagi karena sakit. Karena mencari pekerjaan begitu sulit, akhirnya ia merelakan menggantugkan jilbabnya untuk menjadi resepsionis.

“Sabar , tunggu sebentar lagi, kamu pasti mendapatkan pekerjaan yang lebih baik tanpa menggantungkan jilbabmu..!” pungkas Irwan
“Sampai kapan kamu membiayai semua itu mas, aku merasa tak enak..” Dewi dengan nada sedih
“Tak perlu tak enak seperti sama siapa saja, aku ini kan calon suamimu..”jawab Irwan
“Aku mencintaimu, tapi aku belum siap untuk menikah..”Dewi dengan nada menggantung
“Lantas kamu akan teganya melepas jilbabmu yang sudah kamu kenakan dari SD itu.., Jika ayah tahu pasti ayah pun tak mengijinkan..”Irwan mencoba membujuk  Dewi
“Aku tahu, jangan sampai ayah dengar, ini rahasia..”jawab Dewi memelas

Ia mengenal Irwan sudah lama, mengenalnya lewat jejaring sosial. Kesan pertama melihatnya,  ia begitu tampan, berbadan tegap, berkulit putih, hidung mancung dan kharismatik yang mempesona. Seorang manager hotel dimana Dewi bekerja menjadi recepsionis. Dewi bisa bekerja di hotel pun karena irwan, meski begitu ia harus menelan ludah melihat calon isterinya melepaskan jilbab. Karena ia tidak mempunyai wewenang  mengenai peraturan pegawai.

Pertama kali masuk bekerja Dewi sangat bahagia karena ia bisa bekerja di salah satu hotel terelite di Jakarta. Meski ia mempertaruhkan jilbabnya, waktu itu ia dipanggil oleh pemilik hotel. Pemiliki hotel itu bernama ibu Monik, serasa aneh ketika dipanggil langsung oleh pemilik hotel. Namun saat itu Dewi tidak terlalu memikirkannya.
“Siapa namamu..?” Monik menayakan
“Dewi Sabrina..?” Jawab Dewi
“Kamu benar saudara Irwan..? Monik dengan wajah sedikit ragu
“Iya, saya saudara Bpk. Irwan, bu memang kenapa bu..? Dewi bohong
“Oh, begitu tidak apa-apa, ya sudah kamu kembali bekerja..!. jawab Monik

Disekitar hotel tidak ada yang tahu bahwa Dewi adalah calon isteri irwan, jangankan calon isteri kalau mereka mempunyai hubungan dekat pun mereka tidak tahu. yang mereka tahu Dewi adalah saudara dari Irwan.

Ini memang permintaan Irwan, sebelum Dewi dipekerjakan di hotel. Dan Dewi menyetujuinya.
Namun setelah tiga bulan bekerja menjadi recepsionis, meskipun hubungan dekat Dewi dengan Irwan aman terkendali. Tidak ada satupun yang tahu. Meski begitu masalah timbul pada diri Dewi yang kerap cemburu melihat kekasihnya diidam-idamkan oleh teman-teman kerjanya.
            
Ketika itu Irwan melintas di depan lobby, tiba-tiba temannya berbicara dengan volume kecil pada Dewi.

“Wahhh.. Bpk. Irwan benar-benar tampan sudah begitu tipe pria yang ramah..!, beruntung sekali perempuan yang ia cintai..!”Reny memuji
            “Benar, beruntung sekali..” Dewi dengan senyum memaksa
            “Andai bu monik  tidak menyukai Bpk irwan, pasti saya sudah mengejar-ngejarnya..” Renny dengan muka sinis.
“Apa kau bilang..?”Dewi kaget
            “Iya, Bu monik tante-tante itu menyukai saudaramu..?” Reny menjelaskan sedikit kesal
            Mendengar Reny berbicara seperti itu, Dewi semakin panas dalam hatinya menduga-duga bahwa Irwan mempunyai hubungan serius dengan Bu Monik..
            “Pantas saja ia menyuruhku untuk diam mengenai hubungan dekat ini..!”Dewi
            Lalu ia berfikir ulang lagi..
            “Hmmmm pantas saja bu monik memanggil saya saat pertama kali bekerja sekedar menanyai saudara irwan atau bukan, hmm benar-benar kamu mas..!” Dewi membatin
           
 Setelah mendengar kabar tersebut, Dewi hanya diam. Namun semakin hari ia merasa banyak masalah yang bergulir yang sulit ia pecahkan. Setiap malam ia kerap gelisah, susah tidur. Memikirkan masalah-masalah itu.
“Memang benar cemburu itu menguras hati. Tapi kenapa mas irwan menyembunyikan semua ini..!

Ia cemburu setiap teman – temannya menggodainya , ditambah lagi dengan gossip beredar bahwa irwan mempunyai hubungan sangat dekat dengan Monik.

Dan setiap ia tanyakan masalah hubungannya dengan Monik. Irwan  selalu mengelak dan tak mengakuinya, justru membuatnya lebih buruk bukan lebih baik. Setiap harinya ia selalu di kejar kejar dengan perasaan yang tak menentu bimbang.
           
Entah kabar dari mana, akhirnya Monik mengetahui hubungan Dewi dengan irwan. Irwan di pecat karena ia lebih memilih Dewi daripada pekerjaanya, ini memang pembuktian bahwa diantara Irwan dan Monik tidak ada hubungan apa-apa. Kecuali cinta bertepuk sebelah tangan Monik.

Setelah Monik mendengar keputusan Irwan, justru Monik menawari Dewi tetap bekerja. Dan keputusan konyol Dewi adalah tetap bekerja di hotel Monik.
Malam-malamnya Irwan ke rumah Dewi untuk  menyuruh berhenti bekerja dari hotel monik. Bahkan ia  mengajak Dewi menikah, tapi Dewi malah menolaknya.

“Aku belum siap menikah mas, aku ingin sukseskan karirku.. kasihan bapak kalau aku berhenti bekerja..!” Dewi memelas

”Aku sudah menawarkan hal yang terbaik untukmu,masalah pekerjaan rizki Allah sangat luas wi, apa kamu sudah memikirkan hal terburuk jika kamu masih tetap bertahan bekerja dengan Monik..!” Irwan kesal
“Insya Allah tidak mas..”Dewi dengan tegas
“Kamu benar-benar berubah wi, bukan Dewi yang dulu yang jauh lebih mengenal tentang kehidupan..”Irwan
“Kehidupan apa..!”jawab Dewi
“Kau sudah tak mengenali kehidupan semenjak kau melepas jilbabmu..”  

Jika ingat hal itu batinnya sedikit meringis menahan sakit. Melepaskan jilbab demi karir, ayahnya yang sakit yang kerap dibuat alasan untuk bertahan bekerja dengan Monik akhirnya ia dipanggil Allah. yang lebih menyesakkan hatinya, ayahya meninggal karena terserang jatung mendengar Dewi bekerja sebagai perempuan penghibur di sebuah hotel. Semua itu karena ia melepaskan jilbab demi karirnya yang menjulang tinggi.
Namun setelah ayahnya meninggal ia seperti kembali mengenali arti kehiduapan yang sebenarnya. Jilbabnya yang sudah ia gantung setahun lebih itu, ia kembali mengulurkan jilbabnya hingga pinggang. Ia pun meninggalkan pekerjaan sebagai resepsionis.
*****
            “Hheh bengong aje neng, ada penumpang tuhh…” seorang  penumpang menganggetkannya
Ia tersadar dari masa lalunya yang begitu kelam..
*****
Sore itu ia sudah pulang, ia berencana untuk menjahitkan rok-roknya yang sobek ke tukang jahit.
Tukang jahit langgannya yang dekat rumah sudah pindah, akhirnya ia pulang mengambil sepeda bututnya untuk mencari penjahit baru.

“Tidak bisa ditunda lagi, semua rokku  sobek semua,..” dalam hatinya
Ia kayuh sepeda itu dengan sisa tenaganya, sebentar lagi mau magrib. Maka ia mengayuhnya dengan sedikit terburu-buru, sesekali ia mengusap keringat yang mengalir di keningnya dengan jilbab panjangnya.

Setelah mencari-cari akhirnya ia menemukan penjahit dalam gang sempit dan tempatnya tidak strategis. Seorang Pria usianya masih mudah sekitar dua puluh delapan tahuan, berkaca mata. Namun ada yang membuat sedikit menarik perhatian yaitu kaki kirinya diamputasi.
  “Mas, saya mau menjahit rok yang sobek, bisa di tunggu sekarang..?”Dewi
“Bisa, tapi ini sudah mau margib mungkin saya jahitkan setelah magrib..”Pria itu menjawab tanpa menoleh

 “Baiklah saya tunggu, maaf mas masjid didekat sini dimana yah..?” Dewi
“ Masjid disini jauh, kalau mau shalat dirumah saya saja..” Pria itu tanpa menoleh langsung masuk kedalam rumah sedikit kesusahan

Lalu Dewi beranjak mencoba menuntunnya kedalam,
“Bisa saya bantu mas..” Dewi  
“Tidak usah, terima kasih..” sambil menoleh Dewi
Wajah itu seperti dingatkan kembali kepada masa lalunya kelam, melihat wajah itu antara kesempatan dan penyesalan.

“Mas irwan, mas irwankah ini..?” Dewi kaget
“Dewi..!” Irwan
“Kamu Dewi..” Irwan
“Iya aku Dewi mas..!” Dewi menitihkan air mata antara suka dan duka
Sebelum mereka bercerita panjang apa yang terjadi, mereka shalat magrib berjamaah terlebih dahulu.
“Apa yang terjadi Wi..?” Irwan
“Ayah meminggal mas..!” Dewi menangis
“ Inalilahi Wainailahi Rojiun, kamu sabar dan ikhlas yah semua ini ada hikmahnya..” Irwan
“Iya mas, setelah ayah meninggal aku seperti bisa melihat kembali, setelah sekian lama dibutakan..” Dewi sambil menusap air matanya
“Lantas apa yang terjadi mas, kenapa dengan kakimu..” Dewi
“ Aku kecelakaan motor saat kau memutuskan bertahan bekerja dengan monik..
“Kenapa kamu tidak memberi kabar..?” Dewi menyesal
“Aku takut, aku takut lebih menyakitkan lagi..” Irwan sambil membenarkan kaca matanya
Mendengar Irwan berbicara seperti itu Dewi menangis, menyesal karena ia telah menyakiti seseorang yang menyanyangi sepenuh hati.
“Maafkan aku mas, mas nikahi aku agar aku bisa menjagamu setiap hari..” Dewi penuh harap
“Apakah kau tulus..?” Irwan ragu
“Iya mas…” Dewi tersenyum sambil mengangguk mengusap air mata dipipinya



Tidak ada komentar:

Posting Komentar